Tampilkan postingan dengan label Dunia Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Wisata. Tampilkan semua postingan

Sungai terpendek di dunia ada di Indonesia

Apakah Anda tahu, kalau sungai terpendek di dunia ada di Indonesia, tepatnya di Sulawesi Tenggara, Kecamatan Tamborasi, Kabupaten Kolaka.
Namanya Sungai Tamborasi

Sungai yang merupakan sungai terpendek di dunia dengan panjang +20 meter dan lebar +15 meter ini terletak +90 km dari kota Kolaka ke arah utara, tepatnya di Desa Tamborasi, Kecamatan Wolo. Untuk menuju kesana, pengunjung bisa menempuh jalan darat ataupun jalan laut +1-2 jam. Sepanjang jalan menuju Sungai Tamborasi, pengunjung juga bisa menikmati keindahan gunung yang mengandung batu marmer.

Hulu sungai dimana tempat mata air keluar, mengalir langsung dan berhubungan dengan laut yang berpasir putih membuat Sungai Tamborasi kian mempesona dan sayang untuk dilewatkan keindahannya.

Pesona lain dari sungai ini adalah keunikan jenis airnya, dimana Sungai Tamborasi mempunyai 2 macam air, yakni air air dingin yang keluar dari mata airnya langsung, sedangkan air laut yang berbatasan langsung terasa hangat, sehingga pengunjung mempunyai 2 pilihan untuk mandi, dengan air hangat atau air dingin.


Relief Misterius di Kaki Borobudur


Siapa tak terpesona menatap keindahan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah?
Dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada tahun 824, Borobudur terdiri dari 1460 panel relief dan 504 stupa. Namun, panel yang selama ini terlihat ternyata belum lengkap. Ada panel-panel yang sengaja ditimbun tanah karena reliefnya dianggap vulgar dan cabul. Panel-panel itu terletak di bagian paling bawah, yang disebut Kamadhatu.

Bagian fondasi tersembunyi itu terdiri dari 160 relief adegan Sutra Karmawibhangga atau hukum sebab-akibat. Panel-panel itu menggambarkan perbuatan yang mengikuti hawa nafsu manusia, semisal: bergosip, membunuh, menyiksa dan memerkosa. Juga ada adegan-adegan seks dalam berbagai posisi.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Edi Sedyawati mengemukakan, relief Karmawibhangga itu menggambarkan kehidupan masyarakat saat candi itu dibangun.

Ada sejumlah pendapat mengapa relief ini ditimbun. Bisa jadi karena kurang pantas dipertontonkan ke publik, tapi ada pula yang menduga penutupan ini semata-mata demi kestabilan posisi candi — agar tidak amblas.

Terlepas dari perdebatan itu, keseluruhan relief di Borobudur mencerminkan ajaran Budha Mahayana: semakin ke atas semakin mencapai kesempurnaan. Bagian paling bawah atau Kamadhatu menggambarkan perilaku penuh angkara murka dan hawa nafsu yang menyebabkan seseorang masuk neraka jahanam.

Bagian tengah (terdiri dari empat tingkat) dinamakan Rapadhatu, tempat manusia dibebaskan dari nafsu dan hal-hal duniawi. Sedangkan bagian teratas — termasuk tiga teras melingkar yang mengarah ke pusat kubah—disebut Arupadhatu, tempat para dewa bersemayam atau nirwana.

Keberadaan Borobudur sesungguhnya telah diketahui penduduk lokal di abad ke-18. Sempat tertimbun material Gunung Merapi, candi ini lalu ditemukan kembali oleh Sir Stanford Raffles pada 1814. Selanjutnya, pada 1885, arkeolog JW Yzerman mendokumentasi dan merekam reliefnya. Saat itulah, timnya menemukan relief tersembunyi di bagian paling bawah.

Sekitar tahun 1890-1891, bagian yang tertutup itu dibuka seluruhnya oleh fotografer Kasiyan Chepas untuk dipotret satu per satu. Batu bervolume 13000 meter kubik ini diangkat, lalu dikembalikan lagi ke posisi semula. Hingga hari ini, bagian itu ditimbun tanah sehingga tak seorangpun bisa melihat. Ada tiga panel di bagian tenggara candi yang terbuka--diduga karena proses penutupan kembali yang tak sempurna.

Hasil bidikan Chepas kemudian dibukukan pada 1931. Buku aslinya kini ada di Museum Nasional, Jakarta. Sedangkan klise asli disimpan di Museum Tropen, Amsterdam karena statusnya milik Pemerintah Belanda. Pemerintah Indonesia memiliki replika seluruh foto itu.